Teks & Foto oleh : Ramadhan Ananditia Putra
Salah satu gunung yang terkenal di antara pendaki pemula adalah Gunung Papandayan. Gunung ini terletak di daerah Garut, tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Gunung Papandayan mempunyai ketinggian 2665 mdpl (data dari wikipedia). Bagi yang hanya ingin sampai ke kawah, cukup mudah dan tidak perlu membawa perlengkapan mendaki. Jarak dari parkiran sampai kawah mungkin hanya perlu berjalan kaki sekitar 15-40 menit. Jadi bagi yang ingin berwisata bersama keluarga atau teman-teman untuk melihat kawah, tidak perlu takut karena sangat mudah di jangkau. Terdapat beberapa kawah yang terkenal disana, seperti kawah nangklak, kawah mas, kawah baru, dan kawah manuk. Saya sendiri waktu kesana tidak tahu nama kawah2 tersebut, yang saya tahu ya ini loh kawah.
Perjalanan dimulai dari Bandung bersama kelompok pecinta alam
satubumikita yang berdomisili di Bandung. Satubumikita sendiri dibentuk
oleh beberapa orang dan diketuai oleh kang Taufik. Kami berkumpul di
Surapati Core Bandung jam 6 pagi. Namun, ngaret karena ada beberapa
peserta yang belum datang sehingga baru berangkat jam 8 pagi. Kang
taufik sendiri sudah mencarter elf pulang pergi, dan biaya sumbangan
sebesar 80 ribu per orang. Rombongan terdiri dari 15-18 orang, saya
lupa. Hampir semuanya berdomisil di Bandung, namun ada juga yang
berasal dari Jakarta dan Kebumen. Mendapat kenalan dan teman baru dalam
berpetualang walaupun saya sendiri termasuk susah dalam sosialita itu
sangat menyenangkan, dan harus dicoba bagi yang belum pernah.
Akhirnya perjalanan pun dimulai, saya memilih duduk paling belakang,
bukan posisi yang enak jika bepergian jauh apalagi menggunakan elf
selama 2-3 jam perjalanan. Perjalanan dari Bandung-Garut-Parkiran
Papandayan menurut saya biasa saja, kecuali bagi anda peminat jalan raya
dan mobil-mobil, mungkin menyenangkan. Sepanjang perjalanan, saya hanya
bisa senyum-senyum gak jelas dan lebih banyak diam. Gimana bisa
nyambung, mereka ngomong sunda, dan saya sendiri adalah orang Jawa Timur
yang dari SD kelas 6 terdampar di Palembang. Bener-bener rasanya kaya
dimana gitu (ya di Sunda lah..).
Ada kejadian yang menarik pada saat mendekati daerah batas masuk ke
desa hingga parkiran Gunung Papandayan. Elf kami di berhentikan oleh
para supir truk terbuka dan ojek yang biasa mengangkut para pendaki.
Sebagai informasi, biasanya para pendaki atau wisatawan kawah yang ingin
ke Papandayan mereka naik angkot dalam kota garut dan berhenti di suatu
desa. Dari sini, para pendaki naik truk pick up terbuka atau ojek
hingga ke parkiran Papandayan. Jalan yang ditempuh terus menanjak dengan
jalan yang sangat parah keadaannya. Bisa juga menggunakan kendaraan
pribadi sampai ke parkiran. Para penyedia jasa transportasi tersebut
keberatan bila elf kami naik hingga ke parkiran, singkat cerita minta
jatah preman lah. Hal kaya gini yang sangat disayangkan, memang akhirnya
terselesaikan, tapi ya bagi saya sendiri hal tersebut tidak nyaman. Toh
kami sudah carter elf, dan itungannya kan jadi seperti kendaraan
pribadi selanjutnya. Sekitar 20 menit kami tertahan untuk negosiasi, dan
akhirnya kami diperbolehkan lewat.
Di tengah perjalanan ke parkiran Papandayan, Elf yang kami tumpangi
mogok karena kepanasan, namun hanya sekitar setengah jam, akhirnya nyala
kembali. Mungkin klo niatnya hanya ke kawah atau nge camp disana hal
ini tidak jadi masalah, namun karena niat kami hanya pulang hari naik
turun puncak, yah, jadinya masalah. Sampai parkiran jam 12 siang, dan
kami beristirahat dulu untuk solat dan makan. Dari parkiran terlihat
asap dari kawah mengepul dan rasa tidak sabar untuk segera kesana.
Setelah para anggota solat dan mengisi perut, perjalanan pun dimulai.
Jalur yang dilalui hingga sampai ke kawah tidak telalu berat. Kita akan
melewati bebatuan dan tanah yang keras. Perjalanan sampai ke
tengah-tengah kompleks perkawahan sekitar 30 menit. Menurut saya, kawah
emas adalah yang paling bagus. Saat sampai ke kompleks perkawahan,
pemandangan dan sensasinya sungguh luar biasa!! kami seperti sedang
berada di planet lain (tp belum pernah sih ke planet lain). Pemandangan
sekitar telihat perbukitan bebabatuan, dan jalan yang kita lewati
bebatuan berpasir berwarna coklat kekuningan. Kita akan berjalan dengan
asap mengepul dari sela2 pasir dengan diiriingi suara seperti air
mendidih yang ada dibawah kita. Kemudian semakin mendekat ke tengah
suara seperti mesin diesel bergemuruh dari bawah tanah. Jujur saya
kehilangan kata-kata untuk melukiskan suasana disana, dan kalian yang
membaca blog ini harus datang kesana! Jangan lupa untuk membawa masker
dsini, karena asap belerang bisa sangat pekat dan kita akan berjalan
menembusnya.
Setelah melewati kawasan perkawahan, tujuan selanjutnya adalah pondok
salada yang dijadikan tempat perkemahan. Lama perjalanan sekitar 2-3
jam dengan medan yang tidak terlalu berat mengikuti jalur yang sudah
jelas. Dsini banyak alternatif jalur, apalagi jalur yang membekas di
tanah adalah jalur sepeda motor penduduk lokal yang digunakan oleh
penambang dan penebang kayu.
Di perjalanan menuju pondok selada, kita akan melewati aliran sungai
kecil. Cukup menyegarkan untuk sekedar membasuh tangan atau muka disana
sebelum melnajutkan perjalanan ke pondok selada. Saya tidak tahu kenapa
dinamakan pondok selada. Pertama sy pikir karna banyak selada, tp sy
sendiri gak tw selada itu gmana bentuknya. Nah bagi yang tidak membawa
bekal, dsini ada kantin kok, bisa beli minum atau makanan kecil. Klo mie
goreng mungkin ada, tp klo spagheti atau burger gak jual kali y. O iy,
sy nyebutnya kantin, orang lain warung, bnernya bingung juga sih mw
nyebut apa, soalny it tuh yg orang jualan di depan tenth gtu, seperti
orang lagi camping, bedanya dy buka bisnis. Sayang sy lupa ambil gambar. Mungkin juga bukany gak setiap waktu, cuman klo lg rame pendakian aja.
Dari pondok salada, tujuan selanjutnya adalah tegal alun, dimana kita
bisa melihat hamparan edelweis. Perjalanan ke tegal alun bisa ditempuh
sekitar 2 jam. Kita akan menyusuri tebing kemudian menemui tanjakan yang
memerlukan pendakian dengan bantuan tangan karena jalur yang diambil
melewati bongkahan batu-batu hingga sampai ke atas. Pada saat melewati
medan ini, kami sempat berhenti beberapa kali, hal ini dikarenakan ada
teman wanita yang baru pertama kali mendaki mengalami kram pada kakinya.
Bila kita menengok kebawah pada saat melewati medan ini, kita dapt
dengan jelas melihat area pondok salada.
Setelah melewati tanjakan tersebut, kami sampai di area yang dipenuhi
edelweis dan cukup lapang. Saya pertama kali mikirnya itu uda sampe di
tegal alun, namun ternyata menurut teman yang sudah pernah mendaki, itu
bukan tegal alun, tp memang sudah sangat dekat, tinggal 15-30 menit lagi
dari situ. Kabut turun dan sangat pekat, disertai hujan rintik. Waktu
sudah menunjukkan pukul 4 sore. Kami pun memutuskan istirahat dan
membuka bekal kami. Saya pun mengambil bekal makan sy, yaitu roti tawar
dan selai kacang. Yah, dalam situasi itu, makanan sederhana sangat
maknyus. Tapi sebenernya saya agak iri juga dengan yang lain, terutama
yang bawa nasi padang, sy kok gak kepikiran y bawa nasi padang buat
bekal. Namun, hal yang paling nikmat selain makan bekal adalah secangkir
kopi panas. Saya yakin bagi yang udah biasa hiking atau camping, kopi
panas itu pasti!
Dari sini sebenarnya perjalanan menuju puncak sudah tidak jauh lagi,
kami voting, apakah akan melanjutkan menuju puncak atau tidak, dan
sebagian besar ingin sampai puncak. Akhirnya kami pun melanjutkan
perjalanan dengan mulai menembus rintik hujan dan kabut yang pekat. Dari
sini saya sudah tidak lagi mengabadikan gambar, jadi hanya bisa berbagi
cerita. Kami mulai bergerak menembus hutan dengan tingkat kerapatan
pohon lebih dari sebelumnya. Harus hati-hati, terutama mata, karena
ranting yang seringkali sejajar dengan muka, belum lagi bila harus
merunduk untuk menembus rapatnya vegetasi. Disini masalah pun dimulai,
kami agak kesulitan menemukan jalur, seringkali kami harus balik ke
jalur sebelumnya dan mengambil arah lain. Sekitar sejam kami berjalan,
dan hari mulai gelap, sampai akhirnya dan ternyata kami sadar hanya
memutar dan balik lagi ke tempat kami istirahat tadi. Ketua tim kami
akhirnya mengambil keputusan untuk segera turun, mengingat cuaca yang
tidak baik, hari yg sudh gelap dan kami tidak ada yang membawa
perlengkapan untuk shelter. Salah satu teman saya nyeletuk, wah
ini karena tadi kita tidak berdoa sebelumnya. Akhrnya setelah kami
turun sampai pondok salada, dan cek ricek kelengkapan jumlah anggota,
kami pun berdoa terlebih dahulu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
baik. Pada saat itu mungkin ada sekitar 10 tent di pondok salada, mirip
perkampungan kecil. Kami kembali berjalan beriringan dengan headlamp dan
senter tentu saja. Pada saat itu ad rombongan yang baru sampai ke
pondok salada mungkin sekitar 15 orang. Pada saat kami melewati area
kawah, kembali kami berpapasan dengan rombongan pendaki sekitar 10
orang, dan sepertinya satu keluarga, karena kami melihat anak kecil,
taksiran saya smp kelas 1 atau 2 yang ikut serta abg yang sepertinya
umuran sma kelas 1. Akhirnya kami sampai lagi di pondok papandayan (area
parkir), pukul 10 malam. Setelah ganti baju dan makan mie rebus hangat,
kami pun pulang kembali ke Bandung^^.
Gunung Papandayan sangat saya rekomendasikan untuk dikunjungi, bagi
yang hanya ingin wisata alam dan tidak hiking, bisa hanya sampai area
kawah saja. Akses untuk kesana pun sangat mudah, dan untuk para pendaki
pemula, Gunung Papandayan merupakan awal yang sangat baik untuk dicoba.
Salam Lestari.
tags : papandayan, catper papandayan, gunung papandayan, satubumikita, hiking, trekking, adventure
Event : Hiking Gunung Papandayan, Garut (one day Trip) 28 April 2012
Tulisan ini diambil dari : http://ramadhanputra88.wordpress.com/2012/06/12/tic-toc-in-papandayan/tags : papandayan, catper papandayan, gunung papandayan, satubumikita, hiking, trekking, adventure
keren ceritanya gan, pengen banget kesini...
BalasHapuskapan2 kesini ah...
BalasHapuskeren gan artikelnya...
BalasHapusMakasih :)
BalasHapuspapandayan sekarang sedang terbakar, sedih..
BalasHapus