Oleh : Marlindia Ike
Hamparan langit maha sempurna
Bertahta bintang – bintang angkasa
Namun satu bintang yang berpijar
Teruntai turun menyapa ku
(Mahadewi, Padi)
Pernah lihat video klip dari cuplikan lirik di atas? Lokasinya ada di
Ujung Genteng, Sukabumi. Tapi kali ini, bukan tempat itu yang aku
kunjungi. Tempat itu, masih menjadi wishlist untuk dikunjungi..
Pantai, pantai, pantai..
Pasir, ombak, senja, nyiur, karang, itu yang langsung terbesit ketika aku mendengar kata Pantai. Dan Garut memilikinya. Seperti kota Malang, di Garut ada gunung dan ada pantai. Untukku 2 akhir bulan berturut-turut menikmati keeksotisan pantai. dan untuk perjalanan kali ini, keinginan untuk mencoba tenda baru dengan alas pasir dan angin laut akhirnya tertuai juga
Perjalanan kali ini, aku bersama dengan teman-teman Satu Bumi Kita. Ini kali kedua aku jalan bersama mereka.
28 Mei 2013
Harusnya perjalanan menuju garut dimulai sejak jam 5, tapi karena
akhir bulan dan kebetulan akhir triwulan kedua tahun takwim, untuk ijin
pulang cepet tentu sulit, dan masih banyak hal-hal yang harus dirapikan
untuk menutup bulan itu. Akhirnya baru bisa benar-benar berangkat jam
7.10an malam. Begitu keluar jalan, aku disambut dengan macet weekend
dan macet perbaikan jalan. Jarak sekitar 2 Km ditempuh dalam waktu
30menit by Angkot. Sampai di gerbang tol buah batu, usaha untuk telpon
order taksi tidak membuahkan hasil. Akhirnya berjalan ke pangkalan
taksi, dan justru mendapatkan taksi sesaat sebelum sampai ke pangkalan
taksi.
Taksi yang bapak sopirnya masih makan malam, aku tungguin saja, toh
armadanya sama. dan gak rugi aku nungguin bapaknya, ternyata depan
pangkalan taksi pun ada beberapa penumpang yang juga sepertinya menunggu
taksi yang sama.
Singkat cerita, sampailah aku di gerbang tol Cileunyi, beberapa saat aku menunggu, bus jurusan Garut datang, walaupun bukan jenis bus yang kuinginkan.
Kurang dari setengah sebelas malam, sampailah aku di Garut, sedikit
berlari keluar dari terminal untuk menemui teman-teman yang sudah lama
menunggu aku (maaf ya teman-teman…). Saat ketemu mereka, nampak
wajah-wajah baru, itu artinya nambah teman baru. Tapi sedikit agak kaget
sih, ketika melihat dari jumlah kita yang ber-9, 6 di antaranya cewek.
Tidak berlama-lama, kamipun segera memulai perjalanan menuju Ranca
buaya, titik awal susur pantai ini, dengan berdoa. Setelah sekitar 6 jam
ke depan, didominasi dengan angin malam, obrolan, dan istirahat. Kalau
aku sih, lebih banyak tidur, memang sudah lewat waktu jam tidur
. dan di tengah-tengah itu juga, bapak sopir mengambil sekarung wortel
di Cikajang, dan yg nantinya kami diserahin setengah karung wortel
(bengong aja pas dapat ini buat apa, akhirnya kami ambil beberapa untuk
perbekalan, dan sebagian kami serahkan kepada warga di Ranca Buaya.
Di antara 6 jam perjalanan itu ada pemandangan yang cantik.. bulan di
antara awan-awan mendung. Cantik, hanya sekali-kali aku mengintip di
antara tidurku , ah sudahlah, suasana seperti ini bikin mellow dan membawa sebuah kenangan.
29 Mei 2013
Angin masih menemani, dan sempat kendaraan kami berhenti untuk
sekedar rehat dan menghilangkan kantuk. sekitar pukul 03.30an kami pun
rehat kesekian kali. di situ ada sebuah masjid. Dengan kondisi sopir
yang tidak begitu paham dengan arah tujuan, beberapa teman pun mencari
informasi tentang tempat tujuan kami. Sempat sih, kami salah ambil
perempatan, walaupun sebenarnya tidak salah, tapi itu bukan jalur resmi.
sekitar pukul 5, akhirnya kami sampai di Pantai Rancabuaya, nuansa
sudah mendung, dan rintik hujan juga sudah turun sejak beberapa waktu
lalu. Beberapa kawan segera mencari mushola untuk sholat shubuh, dan
berlanjut istirahat sambil menunggu matahari terbit.
Akhirnya pagi itu, ditemani dengan hujan, kami pun tetap melanjutkan
hidup dengan memasak untuk sarapan. Bukan makanannya yang menjadikannya
istimewa, tapi suasana dan kebersamaannya yang membuat istimewa.. Ah,
inilah yang selalu aku kangenin ketika pergi bersama kawan-kawan.
Tak lama usai sarapan, hujan sedikit mereda, dan kami bersiap untuk
mulai berjalan menyusuri pantai. Suasananya sendu kawan, berawan,
berangin, dan sedikit rintik. Namun itu tak bertahan lama. Matahari pun
perlahan menampakkan diri.
Perjalanan kita terbilang cukup lambat, karena pemandangan yang
cantik membuat setiap langkah ingin diabadikan. Ya, dengan kata lain,
dikit-dikit ambil foto, dikit-dikit bernarsis ria..
Pantai Rancabuaya, didominasi oleh karang, tak heran jika di
pantainya pasirnya banyak terdapat batu-batu karang yg biasanya banyak
dipakai buat akuarium. Dulu sih waktu kecil doyan banget ngumpulin
beginian, kalo sekarang paling pungut satu dan nanti jatuh entah
dimana..
Setelah beberapa waktu berjalan, akhirnya kami melipir ke bukit
menjauhi pantai, yang ternyata jalan semalam yg kita salah ambil
perempatan. Di sana ternyata banyak lahan untuk penggembalaan sapi. Tak
ketinggalan kami menyapa beberapa sapi, dan sapi pun menyapa kami
Di jalan tersebut, kami juga sempat melipir ke arah pantai lagi, dan
di sana terdapat semacam tanjung yg menjorok ke laut. Kita beristirahat
sambil bernarsis ria kembali. Kami kembali berjalan, dan bertemu dengan jalan utama. Beberapa waktu
kami berjalan, kami pun beristirahat kembali sambil nyemil-nyemil.
Sambil ngobrol, berfoto ria, ada sebuah mobil TNI yang lewat, kalo aku
sih menyebutnya mobil tronton. Kami diijinkan oleh bapak-bapak TNI untuk
ikut bersama kita. Dan langsung meluncur ke Santolo. (saat itu,
langsung terpikir, jadwal sampai santolo esok hari, tapi hari ini sudah
akan sampai santolo, semacam pertunjukkan yang ada narasinya seperti ini
“24 Jam kemudian…” )
Entah, saat itu aku buta waktu, gak tau berapa jam kami menumpang
mobil TNI, yang jelas kami sudah bernarsis ria, dan aku sempat tertidur
cukup pulas.
. selang beberapa waktu, setelah merasakan tidur di atas mobil yang
melewati jalanan yang membuat berayun-ayun (susah menjelaskannya)
tibalah kami di persimpangan pamengpeuk.
Terlihat ada alfamart, aku ambil kesempatan untuk membeli Teh dalam
kemasan yang dingin. Seger banget dalam kondisi cuaca terik seperti itu.
Setelah itu, kami melanjutkan jalan ke pantai Santolo. Sepanjang
perjalanan, aku sudah membayangkan akan nikmatnya ikan bakar, seketika
itu perutku bunyi.. sudah waktunya makan siang sepertinya..
Sepanjang jalan pun, beberapa di antara kami saling tukar cerita,
mulai hafal nama-nama teman-teman seperjalanan, dan tak lupa untuk foto
narsis. Sempat kami, ‘mengerjai’ salah satu dari kami, karena dia saking
enaknya jalan sendiri di depan, dan tak sadar bahwa kami berhenti jauh
di belakangnya. ^^
Kami pun menemukan tempat, untuk beristirahat dan bermain. Kami mulai
memasak perbekalan kami untuk makan siang. Sebagian memasak, sebagian
berusaha membantu memasak, dan sebagian lagi main..
, main air, main ombak, main pasir, lomba lari (yang waktu itu aku
gagal paham dengan aturan mainnya), ada juga proses ‘penguburan’ seorang
kawan, yang tak terselesaikan karena tiba-tiba ombak besar datang
Sekitar pukul 3, kami melanjutkan perjalanan kami, dan mampir dulu
untuk bebersih. Awalnya, aku gak ikut ngantri bebersih, pengen di tempat
nge-camp aja nanti, khawatir nanti tergoda basah-basahan lagi, tapi
akhirnya ikut ngantri juga.
Setelah pada seger, wangi kami melanjutkan ke sayangheulang. Di sini
kami agak bingung, karena sebelum melanjutkan perjalanan, aku sempat
kontak teman, bahwa sayangheulang deket dari santolo, nanti nyebrang,
dan ada jembatan. Tapi yang kuliat hanya perahu tanpa jembatan. Setelah
tanya sana-sini, ternyata kami harus berjalan agak jauh sedikit. Saat
jalan, ketemu dengan tempat pelelangan ikan, dan sepertinya itu juga
sebuah terminal. Dan harganya ternyata mempunyai selisih yang cukup jauh
jika dibandingkan beli di pinggir pantai. Akhirnya kami beli ikan 3
ekor. Bekal untuk makan malam. (akhirnya akan keturutan juga makan ikan
bakar.. )
Kami menemukan tempat penyeberangannya. Hanya menggunakan rakit
bambu. Agak sempit hati aku menaikinya… udah mandi, jangan sampai
kecebur lagi… dan harusnya ongkosnya per orang 2000, tapi kami hanya
ngasih 1000an per orang dengan beragurmen 2000 itu bolak-balik, besok
bayar separonya lagi. Padahal esok hari kami pulang dengan jalur yang
berbeda… ( harusnya ada yang tanggung jawab nih dengan statement ini,
kasihan abang rakitnya).
Akhirnya, ketemu juga dengan jembatan sayangheulang di penghujung hari. Jembatan yang sepertinya sudah kehilangan fungsinya. Dan kami pun mencari tempat untuk camping. Aku sendiri, berjalan
sambil mengamati susunan pohon berdaun lancip itu, mencari bentuk yang
serupa dengan yang ada di sebuah foto. Tapi sepertinya tempat itu luput
dari pandanganku. Senja sudah mulai tenggelam, kami menemukan sebuah lokasi yang
menurut kami cocok. Tenda didirikan, dan istirahat sebentar untuk
sholat, dan mulai lah kami masak untuk makan malam. Untuk ikan yang kami
beli tadi sore, sudah ada seorang chef yang mengolahnya, kami
percayakan ikan itu pada chef kami..
Ditenga kesibukan kami masak-masak, datang sekawanan kawan satubumikita dari garut,
yang ikut bergabung dengan kami. Sayangnya, aku sendiri, belum sempat
ngobrol banyak dengan mereka, hanya bersalam nama, dan sekejap aku lupa
dengan nama-nama mereka.. (maafkan.. )
Angin pantai, langit berbintang, kawan baru, menjadikan ikan bakar, nasi, sambal, menjadi lebih nikmat. Terima kasih kawan. Karena tenda hanya 2 buah, yang gak akan muat dengan jumlah kami yang
bersembilan, akhirnya kami tidur tanpa tenda, langsung beratapkan
langit. Alhamdulillah, mendung yang dari tadi menggelayut, mulai terarak
oleh angin, dan nampaklah gugusan bintang itu.. Spontan, aku teringat
lagu dengan lirik di awal tulisan ini. Momen yang selalu aku sukai,
bintang yang Nampak lebih terang dan lebih banyak. Kami pun tertidur
berjejer di bawah keindahan itu.
30 Juni 2013
Udara dingin yang menyentuh wajah membangunkanku, waktu menunjukkan
angka 2. Langit gak terang lagi. Awan mulai datang, dan rintik hujan
mulai turun. Aku dan teman bergegas, merapikan barang-barang dan pindah
ke sebuah warung kosong. Tapi rintik itu tidak berlangsung lama, dan
kami pun membenamkan diri kembali dalam sleepingbag di selasar warung.
tendaku… |
Fajar sudah mulai terbit. Usai subuh, aku dan beberapa kawan,
berjalan untuk menikmati pagi. Sepanjang pesisir pantai, di beberapa
titik ramai oleh pengunjung. Tak lama berjalan, terlihatlah sebuah
karang, dan dalam hati aku berharap, nanti akan melanjutkan perjalanan
ke sana. Tak lama berjalan, sampailah pada sebuah bangunan yang
berfungsi sebagai gardu pandang. Dan tak jauh dari situ, berdirilah
sebuah tugu, yang menggambarkan nama dari pantai ini, sebuah tugu dengan
puncaknya berdiri seekor elang dengan sayap terkepak.
Tugu Sayang Heulang |
Sayang Heulang, kata teman, itu berarti elang yang disayang, entah lah
apa arti nama itu sebenarnya, dan apa sejarah dari nama tersebut. Next
time, we’ll know it. Matahari sudah mulai tinggi, kami kembali untuk masak sarapan dan
packing. Pagi itu, ombak yang datang dari arah yang tak terduga, membuat
HP dari seorang kawan, harus tercicipi oleh asinnya air laut. Yang
paling disayang adalah semua foto yang terekam disitu .
Sesampainya di tempat camp, saat beberes dan packing, teman yang
datang dari garut, pamit untuk pulang, cepat sekali mereka datang dan
pergi, belum sempat bertegur sapa lagi, belum hapal nama, sudah pamit
saja. Tak sempat kita sarapan sama-sama. Semoga ketemu di kesempatan
lain . Kepala ikan yang kemaren malam hampir tercampakkan, menjadi sala satu
menu sarapan kami. Lagi-lagi diolah oleh chef kami, menjadi makanan
yang special.
sop kepala ikan |
Setelah makan, kami packing, dan berlanjut untuk melanjutkan
perjalanan. Perjalanan menuju karang yang terliat di awal pagi tadi..
dan kami meninggalkan tempat ini, dengan adegan pelepasan perahu kertas
oleh beberapa nona-nona. Perahu kertas yang konon katanya berisi
harapan-harapan, yang akan disampaikan kepada dewa neptunus or posedion
ala film perahu kertas *tepokjidat* jadi ngotorin laut aje
Singkat waktu, sampailah kami di tempat karang itu berada, karang
yang terlihat dari jauh seperti burung yang bertengger. Ternyata karang
seperti itu ada di banyak tempat. Sekarang kami berada di sisi lain dari
pantai Sayangheulang. Pantai ini didominasi karang dan pantai berpasir
hitam.
pesisir |
Di pantai inilah ujung perjalanan kami dalam susur pantai episode in .
cantik yah… |
Sepanjang pantai banyak kelapa, yang akhirnya menjadi permainan di
antara kami. Dan akhirnya kami melipir kembali menjauhi pantai. Tapi aku
dan 2 orang yang lain, masih menikmati pantai lebih lama… Aku yang
melihat pantai pasir hitam yang pesisirnya bersih dari makhluk bernama
manusia, langsung teringat pada sebuah VC berjudul ‘yellow’, yang dari
awal sampai akhir hanya ada adegan jalan di sepanjang bibir pantai. Dan
aku beserta dua kawanku, sejenak berpura-pura sedang meniru video clip
itu.. , lagu habis, kami lanjutkan dengan berfoto-foto.. (teteup narsis)
rehat sejenak setelah menjauhi pantai |
Selanjutnya adalah susur sawah.. kami melipir menjauhi pantai, dan
yang kami temui adalah ladang gembala sapi, sawah, dan sampai ketemu
masjid, kami manfaatkan untuk rehat dan sholat. Saat perjalanan ini, aku menemukan tumbuhan yang kupikir tumbuhan
“pletekan” yang jika kena air, buahnya akan meledak, tapi saat aku
cemplungin ke genangan air, ternyata gak ada reaksi apapun. Sepertinya
salah ingat bentuk tanaman itu.
sebelum susur sawah |
yang kukira pletekan ternyata bukan |
Di tengah jalan, juga ketemu dengan penjual es potong, dan rame-rame pada beli dan makan es potong berbagai rasa.
Beli es potong |
Setelah bebersih dan rehat, kami melanjutkan perjalanan pulang. Tak
lama ketemu dengan angkot menuju terminal pamengpeuk. Terminal yang
sepi. Kami mampir untuk ngebakso dulu. Saat nunggu kendaraan untuk
menuju garut/bandung, ada bus yang lewat. dan naiklah kami semua ke
dalam bus.
Tapi kami diturunkan di CIkajang, dioper ke dalam elf. Kekhawatiranku
untuk naik elf, terjadi juga. Elf itu, tidak ada kata penuh, sering
kali sangat overquota, ini yang kurang kusuka. Tas pun ditaruh
di atas, tanpa tertutupi oleh apapun, dan saat tas di atas kebasahan
pun, hanya bisa pasrah..
Tapi semuanya itu tertutupi dengan rasa syukur dan sabar… ini yang
ku suka dalam sebuah perjalanan, rasa sabar, dapat jatah untuk dilatih
Terima kasih untuk teman-teman dari satubumikita: kang taufik, gustaf, lia, rani, rahma, joti, tia, ade.
mangstab nih perjalanannya..
BalasHapusmantab..... semoga bisa menyusul kesana....
BalasHapusMau nambahin nih soal Sayang Heulang, Sayang itu artinya Sarang kalau dalam B. Indonesia. Jadi Sayang Heulang artinya Sarang burung Elang. Mungkin disitu dulunya banyak sarang burung Elang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusnuhun kang boyorg tambahnya..
BalasHapusdi jurnal satubumikita 18 udah di bahas kang -> http://satubumikita.blogspot.com/2013/07/jurnal-satubumikita-18-pantai-selatan.html .. nuhun tos berkunjung oge ;)