Oleh : Dya Iganov
Curug Caweni |
Curug Caweni
Kegagalan pertama ke Curug Caweni pada
Januari 2013 karena keterbatasan waktu dan kesulitan kami mencari jalur. Kami
kesulitan mencari jalur karena memang belum ada satupun dari kami yang pernah
melewati jalur Nyalindung – Cidolog. Kegagalan kedua pada April 2014 karena
kami tidak sengaja menabrak ayam milik warga di Cidolog. Meskipun ayamnya tidak
mati, tapi kami cukup trauma untuk kembali ke daerah Cidolog. Barulah pada
kesempatan ketiga, November 2014, saya dan beberapa teman berhasil mengunjungi
Curug Caweni, hanya saja pada waktu itu airnya masih kering total.
Karena masih penasaran, pertengahan
Desember 2014, saya dan satu orang teman kembali lagi ke Curug Caweni. Kali ini
bisa dibilang sedikit berhasil. Air di Curug Caweni sudah mulai bertambah,
meskipun masih belum mencapai volume maksimalnya. Setidaknya rasa penasaran
saya dengan Curug Caweni terbayar.
Puncak Darma
Setelah kunjungan keempat saya ke
Ciemas, ternyata Puncak Darma masih gagal dikunjungi. Akhirnya, akhir Maret
2014, saya dan beberapa teman saya memutuskan untuk kembali ke Ciemas.
Tujuannya hanya Puncak Darma dan beberapa curug di Ciemas. Kami sampai di
pertigaan Desa Girimukti sekitar pukul 12.00 WIB. Ga berapa lama, hujan deras
mulai turun.
Informasi jalur menuju Puncak Darma
masih sangat minim, jadi kami juga harus sekalian mencari jalur di tengah
guyuran hujan yang semakin deras. Kondisi jalan dan medan yang dilalui cukup
sulit, apalagi ditambah hujan eras. Pukul 15.00 WIB kami berhenti di sebuah
warung, karena jalannya bercabang. Menurut pemilik warung, jalan menuju Puncak
Darma adalah yang kecil bukan jalan utama desa.
Nama Puncak Darma sangat asing, bahkan
untuk warga Desa Girimukti sendiri. Warga disekitar Girimukti lebih mengenalnya
dengan sebutan Puncak Cimarinjung. Setelah dirasa cukup berhenti, kami jalan
lagi. Jalan makin licin, karena makadamnya tertutup rumput dan lumpur. Ditambah
banyaknya percabangan dan jauh dari permukiman penduduk. Menjelang Magrib kami
baru tiba di Puncak Darma. Saya sendiri tidak bisa meneruskan ke Puncak Darma
dan sampai sekarang masih belum sempat untuk balik lagi.
Semenjak nama Geopark Ciletuh dikenal
banyak orang, akses menuju Puncak Darma menjadi semakin mudah, meskipun kondisi
jalannya masih tidak berbeda jauh. Setidaknya tidak harus salah jalur seperti
yang kami alami.
Situ Cirompang
Nama Situ Cirompang di Kecamatan
Bungbulang mungkin masih kaah tenar dibandingkan Situ Kabuyutan yang mulai
banyak dikenal. Perjalanan saya dan tiga teman lainnya ke Situ Cirompang pada akhir
Agustus 2013 masih belum berhasil. Jalur yang kami ambil adalah yang melewati
Cisewu kemudian menuju Desa Sukarame dan akhirnya masuk Bungbulang.
Sepanjang Talegong – Cisewu kami
memang banyak berhenti, ditabah satu motor teman saya bermasalah ketika di Desa
Sukarame. Kami baru masuk Bungbulang sekitar pukul 13.00 WIB. Kami semua belum
pernah ada yang ke daerah sini dan info mengenai rute ke Situ Cirompang pun
masih sangat minim sehingga, keputusan kami untuk banyak berhenti di jalur
Talegong – Cisweu ternyata sangat menghambat.
Jalan Menuju Desa Gunung jampang |
Jalur selepas Desa Cihikeu semakin
sulit. Memasuki hutan pinus, makadam dengan tanjakan panjang bertambah sulit.
Batu hilang seluruhnya dan digantikan tanah merah yang masih basah. Menurut
pendapat saya pribadi, jalur ini malah lebih mirip jalur pendakian hanya sangat
lebar dibandingkan jalan antar desa. Baru jam 17.00 WIB kami tiba di Desa
Gunungjampang, Kec. Bungbulang. Menurut warga setempat, perjalanan kami ke Situ
Cirompang masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih dua
jam untuk waktu warga setempat. Untuk kami mungkin sekitar tiga jam.
Situ Cirompang yang terletak di lereng
Gunung Kancana sudah dipastikan akan memiliki jalur treking yang tidak mudah.
Dengan keterbatasan waktu, akhirnya tepat pukul 17.30 WIB kami turun kembali ke
Desa Cihikeu dan niat kami ke Situ Cirompang pun kami tunda. Perjalanan pulang
memang sedikit lebih cepat. Selepas Desa Cihikeu jalur akan menjadi makadam
hingga Desa Gunungjampang. Untuk ukuran jarak, mungkin dibawah 10 Km karena
tidak sempat menghitung.
Hingga saat ini (Januari 2017) saya
belum berkesempatan untuk kembali ke Situ Cirompang dikarenakan kondisi Situ
Cirompang sendiri ditambah masih mengumpulkan beberapa informasi mengenai jalur
lainnya melalui Kec. Pangalengan.
Rancadahon, Curug Gorobog, Curug Ciputrawangi, Curug Cikondang, Curug
Country
Rancadahon |
Sebenarnya lima lokasi ini sudah
berhasil saya datangi, hanya saja memang waktunya yang belum pas. Rancadahon
merupakan danau atau mungkin tepatnya rawa yang berada persis di Pantai
Agrabinta. Ketika saya berkunjung pada November 2014 lalu, sedang puncak musim
kemarau. Air Rancadahon pun menyusut drastis. Untuk menuju Rancadahon harus
melewati pematang sawah.
Saat itu, saya tiba tepat pukul 11.00
WIB dan sedang terik-teriknya. Melihat kondisi Rancadahon yang sangat surut dan
fisik yang lumayan terkuras juga, akhirnya saya hanya sempat mendokumentasikan
Rancadahon dari kejauhan dan hanya sedikit foto yang bisa saya ambil. Sampai
saat inii saya belum berkesempatan untuk kembali ke Rancadahon dan mungkin akan
menunggu musim penghujan sudah stabil meskipun medan yang akan ditempuh menjadi
lebih sulit karena jalurnya merupakan makadam, pasir, dan tanah.
Curug Ciputrawangi saya datangi pada
Februari 2012. Saat itu sehabis turun dari Gunung Tampomas, kami mampir ke
Curug Ciputrawangi. Pada saat itu, volume air Curug Ciputrawangi sedang besar.
Sayangnya, pada waktu itu saya masih belum terlalu fokus untuk mendokumetasikan
tempat-tempat yang saya datangi. Foto yang saya punya untuk Curug Ciputrawangi
merupakan hasil jepretan teman saya, itu pun tidak seberapa banyak. Oleh karena
itu, saya tidak banyak mempublikasikan Curug Ciputrawangi di sosial media,
karena harus seijin teman yang punya foto.
Curug Cikondang yang saya datangi pada
Juni 2011 pun sebenarnya ketika itu sedang dalam kondisi yang cukup baik.,
Hanya saja, seperti Curug Ciputrawangi, saya belum fokus untuk
mendokumentasikan loaksi yang pernah saya datangi. Hingga saat ini, saya belum
berkesempatan kembali ke Curug Cikondang. Karena sudah menjadi salah satu
lokasi yang banyak dikunjungi, dan informasinya juga cukup banyak, jadi mungkin
di lain waktu saja saya kembali ke Curug Cikondang.
Curug gorobog |
Curug Gorobog di Kabupaten Sumedang
merupakan salah satu wisata yang sudah cukup ramai didatangi, hanya saja, saya
datang di waktu yang tidak tepat. Saya mengunjungi Curug Gorobog pada September
2013 dan pada waktu itu sedang puncak musim kemarau sehingga Curug Gorobog
sangat kering. Karena sudah merupakan tempat wisata, jadi kunjungan kembali ke
Curug Gorobog masih saya tunda hingga saat ini (Januari 2017).
Curug Country |
Curug Country di Jonggol pun berhasil
saya kunjungi pada Agustus 2012, sayangnya seperti kejadian Curug Gorobog, pada
saat itu, puncak musim kemarau. Air Curug Country sangat kering, bahkan banyak
serangga dan nyamuk di sekitar curugnya. Sampai saat ini (Januari 2017) saya
belum berkesempatan untuk kembali ke Curug Country.
Curug Kanteh
Curug Kanteh berada di Banten.
Kedatangan kami ke Curug Kanteh sebenarnya tanpa rencana. Pada September 2011
lalu, saya dan tiga teman saya bertujuan ke Sawarna. Setelah tiba di Sawarna,
pemilik penginapan kami memiliki peta objek wisata yang berada di wilayah Lebak
dan sekitarnya. Tidak sengaja saya melihat Curug Kanteh di legenda peta. Segera
saya meminta untuk berkunjung ke Curug Kanteh.
Sayangnya, pada saat itu, di Lebak
memang sedang puncak musim kemarau, sehingga perjalanan panjang menuju Curug
Kanteh terasa kurang memuaskan. Volume air Curug Kanteh sangat kecil. Bahkan
lebih mirip saluran pembuangan air dari puncak bukit. Selain itu, pada waktu
itu, saya belum fokus dengan hal pendokumentasian tempat yang saya datangi. Foto-foto
Curug Kanteh yang sangat surut pun hanya dimiliki teman seperjalanan saya ke
Sawarna. Hingga saat ini (Januari 2017) saya belum sempat berkunjung kembali ke
Curug Kanteh karena saya lupa jalurnya. Jadi, selain mempersiapkan waktu yang
pas, saya juga harus mencari rutenya dari 0 lagi.
Diatas adalah beberapa tempat yang belum berhasil saya kunjungi dan yang sudah
berhasil saya kunjungi namun sangat perlu diulang. Memang, rencana sematang
apapun, jika memang belum waktunya sampai, pasti ada hal-hal tak terduga selama
perjalanan yang memaksa kita untuk mengambil keputusan spontan.
Dari beberapa pengalaman di atas,
terkadang jika memang dirasa perlu meminta bantuan warga setempat untuk
menunjukan jalan, ya akan saya lakukan. Entah itu meminta bantuan untuk diantar
menuju desa atau kampung tujuan maupun diantar di jalur treking. Hal ini saya
lakukan untuk menghemat waktu dan tenaga. Agar setidaknya kejadian balik kanan
tidak banyak terulang.
Memang, untuk beberapa orang meminta
bantuan warga adalah hal yang paling akhir dilakukan dan memilih untuk mencari
sendiri jalur-jalurnya. Keuntungan lainnya dengan meminta bantuan warga yang
mengenal lokasi tersebut untuk saya pribadi adalah bisa menggali informasi
seputar daerah dan lokasi tujuan yang mungkin masih belum ada di internet.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, menyanggah, bertanya ataupun ingin berkorespondensi.
Terima kasih