Seorang tokoh atau sosok, baik
itu yang dikenal luas ataupun terbatas, bisa jadi merupakan sumber inspirasi
dari banyak orang. Seperti inspirasi dari hasil karya, tindakan, sifat atau apa
yang dia perjuangkan. Maka dari itu satubumikita mencoba untuk mengapresiasi
para tokoh tersebut dengan mencoba sedikit menuliskan kisah hidupnya, yang
mungkin sedikit banyak bisa menjadi inspirasi positif dan pelajaran untuk kita
sebagai generasi muda.
Junghuhn |
Franz Wilhelm Junghuhn (lahir di Mansfeld
(dekat Pegunungan Harz), 26 Oktober 1809 – meninggal di Lembang, 24 April 1864 pada umur 54 tahun) adalah seorang naturalis, doktor, botanikus, geolog
dan pengarang berkebangsaan Jerman (lalu Belanda).
Junghuhn berjasa sebagai peneliti pulau Jawa dari sudut pandang ilmu bumi, geologi, vulkanologi dan botanik dan juga daerah Batak di Sumatera. Uraian menurut ilmu alam dia tuangkan
pada karya utamanya, Pulau Jawa - Bentuknya, Permukaannya dan Susunan Dalam
(3 jilid, 1852-54), yang dilengkapi oleh peta pertama dari pulau itu yang
terperinci dan mengandalkan. Junghuhn juga menyusun sejumlah herbarium,
singkatan ilmiahnya adalah Jungh. Dikenal pada upaya-upayanya untuk membina
pemiliharaan pohon-pohon cinchona untuk menghasilkan obat kinine.
Sudah dalam usia remajanya Junghuhn memperlihatkan
kegemaran pada alam, cita-citanya menjadi botanikus.1827 - 31 berkuliah di Universitas Halle, kemudian di Berlin. Baru satu tahun di Berlin Junghuhn dihadapkan dengan tuntutan duel oleh
seorang mahasiswa Swiss bernama Schwoerer. Penuntut tidak mengalami cedera apapun, padahal
Junghuhn terluka pada pahanya. Makanya Junghuhn dihukum 10 tahun tahanan dalam
benteng. Lawannya, yaitu Schwoerer bunuh diri - menurut dugaan, untuk
menghindari dari tahanan. Tahanannya dimulai bulan Januari tahun 1832 di
benteng Ehrenbreitstein di atas kota Koblenz, pada bulan September 1833 Junghuhn
melarikan diri ke Perancis dan masuk legiun asing. Ia ditempatkan di Aljazair dan 1834 diberhentikan lagi dari
legiun. Ia pergi ke Paris, di mana ia diberi nasihat oleh Persoon, seorang botanikus dan mikolog, untuk menyelidiki
flora tropis kepulauan India. Karena ia kurang mampu ia tidak punya pilihan
lain daripada masuk dinas kesehatan pada tentara penjajahan Belanda.
Tahun-tahun pertama di Jawa dan Sumatera (1835 - 48)
1835 tiba di Batavia, ia bertugas dalam dinas kesehatan di
Batavia dan Semarang. 1837/38 dua perjalanan dinas dengan Dr. E. A. Fritze,
pada waktu itu selaku direktur dinas kesehatan di Hindia-Belanda, untuk menjelajahi seluruh pulau
Jawa. Mereka mendaki hampir segala gunung api di sana. Pada pertengahan 1840
Junghuhn dipindah ke Padang, di mana ia ditugaskan oleh gubernur Pieter Merkus pergi ke daerah Batak dan menyelidikinya,
karena pada waktu itu bagian Sumatera itu masih kurang terkenal. Hermann von Rosenberg, seorang penyelidik alam berkebangsaan Jerman disuruh
mendampingi Junghuhn, meskipun von Rosenberg terpaksa mambatalkannya karena
suatu peristiwa dalam kegiatan berburu, yang berakibatkan ia jatuh sakit.
Makanya Junghuhn berangkat sendirian dan selama satu tahun setengah, selama
ekspedisinya berlangsung hanya diiringi pendamping-pendamping pribumi saja.
Ia
hanya dapat menjelajahi bagian Selatan dari daerah Batak, sebabnya masyarakat Batak di bagian Utara menghalanginya dari masuk ke
pedalaman. Perjalanan ke daerah Batak juga dipersulitkan oleh akibat perang Paderi, yang baru berakhir pada tahun 1838
dan meninggalkan pada suku Batak suatu trauma terhadap orang dari luar.
Perjalanan kaki Junghuhn melalui hutan belantara dan pegunungan di daerah Batak
pada waktu itu sangat melelahkan dan penuh jerih payah. Tenaga fisik dan psikis
Junghuhn dan para pendampingnya ditantang secara sangat berat. Dari 17 bulan,
yang ia berada di daerah itu, ia terpaksa menjaga tempat tidur selama sepuluh
bulan untuk merawat kakinya yang terkena sakit parah.
Dalam segala tulisannya ia menunjukkan simpati besar kepada orang Batak.
Ia menghargai tinggi keramahan mereka terhadap orang tamu, spontanitasnya,
keramah-tamahannya dan juga keterbukaannya. Ia mengagumi bahasa baku mereka,
tetapi tidak dapat memahami kenapa mereka menggemari kanibalisme. Agaknya kanibalisme mereka cuma
sebuah legenda, yang disebarluaskan oleh masyarakat Batak sendiri untuk
menghalangi orang-orang luar dari masuk ke daerah mereka. Juni 1842 Junghuhn
kembali di Batavia. Pemerintah kolonial Belanda menugaskan dia dengan
pengukuran topografis Jawa Barat, kemudian juga Jawa Timur. Mei 1845 ia
diangkat resmi sebagai anggota Natuurkundige Commissie di Batavia. Dari gubernur jenderal
Rochussen ia bertugaskan mencari tempat di pulau Jawa, di mana dapat ditambang
batubara.
Kembali ke Eropa (1848 - 55)
1848 Junghuhn terpaksa pulang ke Eropa sebab kesehatannya kurang stabil.
Ia pergi ke Leiden, di mana para botanikus yang sangat
terkenal selama tahun 1851 - 1856 mengerjakan edisi Plantae Junghunianae, publikasi tumbuhan-tumbuhan yang
ditemukan oleh Junghuhn di pulau Jawa dan Sumatera. Januari 1850 Junghuhn
menikah di kota Leiden Johanna Louisa Frederica Koch. Pada bulan Agustus 1853
ia diberikan kewarganegaraan Belanda. Karena pekerjaan untuk menyelesaikan
rumusan terakhir karya utamanya Java - seine Gestalt, Pflanzendecke und
innere Bauart menemukan sejumlah kesulitan, publikasi itu baru diterbitkan
pada tahun 1850 s/d 1854 di Amsterdam dalam versi Belanda dan pada tahun
1852 s/d 1854 di Leipzig dalam versi Jerman. Serentak 1854
peta yang merupakan sebagian dari karya itu dicetak, sedangkan peta besar pulau
Jawa baru keluar setahun kemudian, 1855. 1854 Junghuhn mengarang sebuah karya
dengan pandangannya tentang agama primordial (Naturreligion) berlawanan dengan
tradisi agama kristen. Buku itu berjudul Licht- und Schattenbilder
aus dem Innern von Java.
Persinggahan kedua di Jawa (1855 -
1864)
Pada bulan Juni Junghuhn ditugaskan sebagai inspektur penyelidikan alam
di Pulau Jawa dan ia berangkat lagi ke Hindia Belanda.
Junghuhn sekarang seorang naturalis bereputasi internasional, mendapatkan
beberapa penghargaan dan jadi anggota sejumlah lembaga ilmiah. Tugas utamanya
pemeliharaan tanaman cinchona untuk menghasilkan kinine. Pada bulan 1857 ia
secara resmi ditugaskan dengan pengawasan perkebunan cinchona. Ia langsung merubah
prosedur penanaman percobaan yang diterapkan J.K. Hasskarl, pendahulunya, dengan memindah
perkebunan cinchona ke daerah pegunungan yang lebih tinggi dan menyuruh menanam
semaian-semaian di dalam keteduhan hutan. Dari tahun 1858 sampai dengan tahun
1862 Johan Eliza de
Vrij seorang
farmakolog ternama menjadi penasihat proyek cinchona itu. De Vrij menyarankan
memilih jenis cinchona lain yang lebih produktif.
Tetapi pada waktu itu spesies cinchona ledgeriana belum tersedia, yang kelak memungkinkan peningkatan penghasilan kinine di pulau Jawa, sehingga pada akhir abad ke-19 kontribusi dari Nederlands Indie mencapai dua pertiga dari penghasilan kinine sedunia. Sayang sekali proyek perkebunan cinchona baru menjadi sukses beberapa tahun sesudah Junghuhn meninggal. Meskipun begitu jasanya, yang tak pernah akan memudar, adalah promosi tegas serta konsolidasinya proyek cinchona sehingga pengikut-pengikutnya dapat melanjutkannnya atas dasar prestasi Junghuhn. Sepatutnya ia dapat dianggap perintis perkebunan cinchona di Pulau Jawa.
Tetapi pada waktu itu spesies cinchona ledgeriana belum tersedia, yang kelak memungkinkan peningkatan penghasilan kinine di pulau Jawa, sehingga pada akhir abad ke-19 kontribusi dari Nederlands Indie mencapai dua pertiga dari penghasilan kinine sedunia. Sayang sekali proyek perkebunan cinchona baru menjadi sukses beberapa tahun sesudah Junghuhn meninggal. Meskipun begitu jasanya, yang tak pernah akan memudar, adalah promosi tegas serta konsolidasinya proyek cinchona sehingga pengikut-pengikutnya dapat melanjutkannnya atas dasar prestasi Junghuhn. Sepatutnya ia dapat dianggap perintis perkebunan cinchona di Pulau Jawa.
Pada akhir tahun 1861 ia terkena infeksi amoeba dan sejak waktu itu tidak dapat sembuh lagi. Ia wafat
pada tanggal 24 April 1864 dalam usia 54 tahun di rumahnya di Lembang. Makamnya
terdapat di kaki Gunung
Tangkuban Perahu di
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dalam sebuah taman,
yang ditumbuhi Cinchona succirubra maupun C. ledgeriana.(satubumikita)***
*Sumber Wikipedia
Tags: Junghuhn, kina, bandung, Franz Wilhelm Junghuhn, lembang, makam junghuhn, jayagiri
Tags: Junghuhn, kina, bandung, Franz Wilhelm Junghuhn, lembang, makam junghuhn, jayagiri
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, menyanggah, bertanya ataupun ingin berkorespondensi.
Terima kasih