Oleh ; Yogi (Kidung Saujana)
Ilustrasi, foto kidung saujana |
Nama
Rudolf lawalata, Abdullah Balbed dan Sujono Djono mungkin asing bagi para
petualang muda saat ini. Ketiga pemuda ini pada tanggal 8 Januari 1955 menemui
presiden soekarno untuk meminta restu melakukan perjalanan keliling dunia
dengan berjalan kaki. Kemudian oleh presiden dibekali dengan kamera, tas ransel
serta baju batik.dan hanya
dengan uang sebanyak Rp.50,000,-.
Mereka mengawali perjalanan mereka dari Batam menuju Singapura kemudian
dilanjutkan ke Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Afganistan, Irak, Iran, Arab
Saudi, Sudan, Mesir, Yunani, Yugoslavia, Austria, Italia, Swiss, Jerman,
Belgia, Belanda, Swedia, Norwegia sebelum akhirnya tiba di Amerika Serikat pada
Agustus 1956. bahkan namanya telah dijadikan kata kerja dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia di mana di sana Anda akan menemukan istilah berlawalata yang
artinya berjalan kaki menempuh jarak jauh. Mungkin
lawalata dan kedua temannya bisa disebut pejalan kaki pertama indonesia pada
zaman modern pada saat itu.
Selain
itu, di indonesia juga ada nama bujangga manik, seorang pangeran dari kerajaan
pajajaran yang melakukan perjalanan dari bogor menuju pulau bali untuk bertapa,
bujangga manik melakukan perjalanannya dalam dua periode. Pada periode pertama,
di tengah perjalanannya menuju pulau dewata, bujangga manik memilih untuk
kembali pulang karna merasa rindu pada ibundanya. lalu baru pada perjalanan
keduanya bujangga manik berhasil bisa sampai di pulau dewata. Bujangga
manik adalah salah satu pejalan kaki pada zaman kerajaan dimasa itu.
Ini artinya di indonesia sendiri sudah banyak yang malakukan perjalanan jarak
jauh dengan berjalan kaki, sebut saja, juga tercatat nama Herman Wenas. Sudah
berulang kali ia melakukan perjalanan jauh hanya bermodalkan kedua kakinya.
Tahun 2007 ia tercatat oleh MURI setelah berjalan kaki sejauh 1.000 kilometer
selama 33 hari.
Empat
tahun berselang yakni tahun 2011 ia kembali lagi melakukan perjalanan panjang
menempuh jarak 30.000 kilometer melewati 25 negara. Kegiatan ini selain
bertujuan untuk mempromosikan wisata di Indonesia ia juga hendak memecahkan
Guinness World Records sebagai orang tercepat berkeliling dunia dengan berjalan
kaki.
Lalu ada
pula nama Iwan sunter yang baru-baru ini pernah di angkat oleh media
elektronik. Dan nama-nama lain yang melakukan perjalanan jarak jauh dengan
berjalan kaki, dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda, seperti ada yang
berjalan kaki dari malang menuju jakarta hanya agar bisa bertemu dengan
presiden untuk meminta keadilan atas nasib anaknya.
Mungkin
pada zaman serba modern saat ini, melakukan perjalanan dengan berjalan kaki
banyak di lirik sebagai sesuatu yang mencari sensasi, sesuatu yang ‘kurang
kerjaan’ atau sesuatu yang di pandang secara negatif. Karna dewasa ini alat
transportasi dari darat,laut dan udara sudah sangat mudah di jumpai dan
digunakan untuk berkeliling dari satu tempat menuju tempat lain. Namun ada hal
yang sangat sakral disini. Dengan melakukan perjalanan berjalan kaki, seorang
pejalan akan dapat menemukan sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah
mereka lihat selama ini, bisa berinteraksi dengan masyarakat luas dengan
berbagai kebudayaan dan kearifan lokal yang berbeda dan kaya. Menjadikan
perjalanan spiritual untuk ketebalan iman. Karna dengan berjalan kaki,
kenikmatan tuhan meski sekecil biji pasirpun akan bisa diterima dengan sangat
bahagia.
Bagi
seorang pejalan, mampu manapakan kaki dari jengkal demi jengkal tanah dimuka
bumi ini adalah sebuah kebahagiaan tersendiri, sebuah kebahagiaan yang hakiki,
meski tak menampik bahwa rasa lelah pasti akan selalu datang dalam raga. Namun
rasa lelah tak akan pernah menghinggap dalam jiwa. Karna alam selalu serta
dalam jiwa seorang pejalan. Bagi seorang pejalan, menemukan makna sesungguhnya
dalam melangkah adalah sebuah keberhasilan yang tiada tara. Meski pada akhirnya,
rumah adalah sebaik-baiknya tempat tujuan terakhir dalam melangkah. Orang-orang
yang dicintai adalah sebaik-baiknya tempat yang dituju untuk melangkah, namun
perjalanan selalu mengajarkan seorang pejalan akan arti sebenarnya hidup.
Kini,
semoga penulis bisa menyelasaikan perjalanan ini dengan menghasilkan sesuatu
yang bisa berguna untuk semua. Minimal berguna untuk orng-orang yang sudah
mendukung penulis selama ini,
meski hanya
jarak dari bandung menuju malang, meski hanya dalam satu kepulauan yang sama.
Namun aku berharap bisa menjadi berguna untuk orang-orang yang dicintai. Untuk
kawan-kawan yang menunggu aku pulang. Untuk rumah yang selalu aku rindu dalam
setiap malam. Untuk puncak tertinggi yang selalu aku rindukan. Yaitu telapak
kaki ibu beserta pelukan syahdu dan tatapan senyum-nya yang begitu merdu.
Kidung
saujana #Langkah771KM
Ditulis di
sebuah warnet milik seorang sahabat yang berada di sebuah desa di kabupaten
boyolali.
Dipublikasikan juga di : https://kidungsaujana.wordpress.com/2015/09/23/para-pejalan-indonesia-dari-masa-ke-masa/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, menyanggah, bertanya ataupun ingin berkorespondensi.
Terima kasih