Oleh : Feriansyach (Pemata Sumut)
Gunung, Hutan, cadas, jurang, tebing, merupakan gambaran betapa kerasnya suatu pendakian. Sehingga, terkadang terbentuk stereotipe yang salah dikalangan masyarakat bahkan para pendaki tentang seorang wanita yang mendaki. Gambaran umum (Stereotipe) yang terbentuk selama ini, ketika wanita mendaki gunung harus melepaskan sisi feminisnya, dan merubah gaya menjadi seorang yang maskulin, yang pada akhirnya merubah seorang wanita menjadi sosok yang harus menyamai seorang lelaki sejati. Sama seperti gambaran wanita tangguh dalam games tomb rider atau film-film lain yang dibintangi dengan tokoh utama wanita.
Burangrang (31-12-2013 -1-1-2014) |
Tetapi ada yang menarik, ketika ada seorang wanita yang ingin mematahkan stereotipe tersebut. Pada beberapa pendakian melihat munculnya wanita-wanita yang tetap mempertahankan sisi kewanitaanya dalam mendaki, menjadi wanita yang kuat, tangguh, sehingga menunjukkan kemandiriannya sebagai seorang wanita.
Cikuray 22-24 november 2013 |
Terkadang muncul di kepala para lelaki pendaki, seperti pahlawan untuk melindungi wanita-wanita yang lemah ini di gunung. Bak pahlawan kesiangan para lelaki ini menjulurkan tangannya pada momen-momen yang sebenarnya tidak tepat, karena sang wanita yakin bahwa dia dapat melalui itu sendiri.
Tampomas |
Kita sebagai para lelaki pendaki, harusnya menghargai seorang wanita ketika mendaki. Walau hal yang manusiawi bahwa rasa ingin melindungi itu terkadang muncul sebagai seorang laki-laki sejati. Tetapi, wanita sejati bukanlah wanita yang senantiasa harus ditolong, dibantu, dan didorong untuk berbagai hal. Wanita pendaki, harus menunjukkan kemandiriannya, jangan perlihatkan kelemahan kalian, tetapi jangan juga sombong, terbuka dengan kondisi tapi tidak terlihat lemah. Alam akan mengajarkan mereka (wanita) bagaimana menjadi wanita yang tangguh yang siap melangkah menuju puncak sama dengan pria.
Papandayan |
Mereka adalah Sang Pematah Stereotipe bahwa wanita itu lemah, tidak mandiri, harus dilindungi, Wanita itu makhluk yang kuat, bahkan ketika kelak mengandung lebih berat dari hanya sekdear membawa carier
di pundak, tetapi mereka membawa seorang anak manusia di sisi tubuh mereka selama 9 bulan.
Tulisan ini, terlahir agar kita sesama pendaki apapun jenis kelamin kita. Kita tetap punya tanggung jawab terhadap diri kita, kita ingin mendapatkan pelajaran bagaimana berlajar dari alam, jadi, biarkan alam yang mengajarkan kita. Kita hargai para wanita pendaki, bahwa mereka juga makhluk yang memiliki kekuatan, kemandirian mereka juga ingin belajar dari alam. Kita harga dan sanjung mereka dengan sering menjulurkan tangan untuk membantu mereka, biarkan mereka merakasan bagaimana tajamnnya cadas, memilih akar yang kuat.
Untuk wanita pendaki, hendaknya jangan gampang untuk meminta pertolongan kepada siapapun, kalian memiliki tanggung jawab terhadap diri kalian, kalian harus belajar dari kerasnya cadas, curamnya tebing dan lemahnya akar.
Wallahualam bisshawab
khusus kepada teman-teman para pendaki wanita. :) kalian begitu menginspirasi
Gunung Talang Sumatera Barat |
Tulisan ini bisa dibaca pula di : http://permatasumut.blogspot.com/2014/01/sang-pematah-streotipe.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, menyanggah, bertanya ataupun ingin berkorespondensi.
Terima kasih