salah satu jalur gunung merbabu |
Teks : Taufik Hidayat
Foto : Ady Saputra
Hujan
di malam itu tak kunjung reda mengguyur kota Bandung, dan kami pun
terpaksa berbasahan-basahan menembus buliran air yang tercurah. Jalan
becek tergenang dimana-mana, terus berjalan memburu waktu. Ya sebentar
lagi kereta api yang akan kami naiki akan segera berangkat tapi kami
masih begegas berjalan. Nafas mulai tersengal sedikit berlari, suara
dari corong pengeras suara mulai mengkomandoi para penumpang untuk
segera bergegas masuk ke dalam gerbong, dan kami malah sejenak terjebak
dalam antrian penumpang yang mengular.
Entahlah bagaimana jadinya kalau kami tertinggal kereta, mungkin saya tak akan menulis catatan perjalanan ini. Kereta api pun melaju dalam buaian malam menembus gelap. Akhirnya kami bisa duduk dengan tenang dan sedikit bisa menghela nafas lega. Suasana di dalam gerbong kereta ekonomi itu cukup ramai, oleh rombongan ibu-ibu yang akan bertamasya, para pendaki dari itenas yang akan ke gunung rinjani, serta para penumpang lainnya yang masih sibuk menata barang bawaannya.
Entahlah bagaimana jadinya kalau kami tertinggal kereta, mungkin saya tak akan menulis catatan perjalanan ini. Kereta api pun melaju dalam buaian malam menembus gelap. Akhirnya kami bisa duduk dengan tenang dan sedikit bisa menghela nafas lega. Suasana di dalam gerbong kereta ekonomi itu cukup ramai, oleh rombongan ibu-ibu yang akan bertamasya, para pendaki dari itenas yang akan ke gunung rinjani, serta para penumpang lainnya yang masih sibuk menata barang bawaannya.
Seperti tertera di judul, saya dan kawan-kawan dikala itu berencana mendaki gunung merbabu. Kami ber-7 berencana mendaki melalui jalur wekas dan turun melalui jalur selo. Butuh waktu sekitar 8 jam perjalanan dari stasiun kiaracondong bandung untuk sampai ke stasiun lempuyangan jogja sebagai tempat transit pertama kami. Udara pagi yang tidak begitu segar di kota gudeg menyambut kedatangan kami, suasana jalanan di sekitar stasiun lempuyangan masih cukup sepi. Dari kejauhan gerombolan ibu-ibu yang akan bertamasya saya lihat sedang menaiki sebuah bus pariwisata, sedang kami ber-7 masih bingung mencari angkutan umum (selain becak, taksi & ojeg) yang memang cukup sulit ditemukan apalagi pagi hari. Dan kami malah tedampar di trotoar jalan sembari makan pagi dengan kuah soto yang cukup mengenyangkan.
Oke,
saya skip intronya, agar tidak terlalu panjang. Singkat cerita setelah
naik trans jogja, dilanjut naik bis tiga perempat jurusan ke arah
semarang dan mencarter mobil bak terbuka ke magelang akhirnya kami
sampai di titik awal pendakian yaitu basecamp wekas. Disana kami
disambut hangat oleh kawannya ceceu. Bada ashar barulah kami melakukan
pendakian. Diiringi gerimis dan suara langgam jawa dari pengeras suara
warga yang sedang hajatan, kami mulai melangkah. Kabut tebal pun mulai
mengiringi langkah kami. Tak ada rombongan lain yang naik saat itu, dan
sebaliknya kami banyak berpapasan dengan yang baru turun. Batas antara
lahan warga dan hutan kami lewati, kabut mulai menyingkir dan udara
dingin menggantikan. Senja dan jingga menyeruak hiasi sisi langit, surya
mulai kembali ke peraduan dan sebentar lagi temaram akan menggantikan
suasana.
Setelah berjalan cukup lama, kami pun baru sampai di pos 2 sebagai titik henti untuk membuka tenda, mengisi perut dan merebahkan tubuh dalam naungan kantung tidur. Ahh, Malam itu cuaca sangat cerah, titik-titik bintang gemintang dalam kumpulan galaksi yang entah apa namanya selain bimasakti menemani kami yang mulai tertidur pulas dalam buaian mimpi masing-masing.
Pagi
pun mulai menyambut, kabut tipis, buliran embun dan udara sejuk
pegunungan menyapa awal hari. Dikejauhan terlihat 2 gunung berderet,
menurut orang itu katanya Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, saya malah
menacri gunung merapi tapi memang tak terlihat dari pos 2 ini. Yang
terlihat jelas adalah dinding terjal gunung merbabu dan
puncakan-puncakannya yang berderet, dan entahlah mana pucuk
tertingginya, yang biasa di sebut kenteng songo.
Seusai masak-masak dan ritual pagi lainnya kami pun mulai bergegas meneruskan perjalanan menuju puncak kenteng songo, yang menurut berbagai keterangan memiliki ketinggian 3.145 mdpl (meter diatas permukaan laut). Menurut keterangan yang saya kutip dari wikipedia, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.Gunung Merbabu sendiri konon pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797.
Yang menarik menurut saya dan masih menurut laman wikipedia adalah, di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15, Bujangga manik sendiri adalah seorang pangeran dari kerajaan sunda yang berkelana mencari ilmu hingga berkeliling pulau jawa dan bali.
Seuasai berkemas dan ritual pagi
lainnya, kaki mulai kembali melangkah. Mentari semakin tinggi diiringi terik
yang menghangatkan kulit. Jalur landai mulai tergantikan dengan tanjakan-tanjakan
yang cukup menguras energi. Perjalanan kami kali ini pun masih sama, sepi dan
tidak ada rombongan lain yang bersama kami. Bunga-bunga edelweiss mulai nampak
menghiasi jalan yang kami lalui, selain cantigi dan tumbuhan lain penghuni
merbabu yang seolah tumbuh bahagia. Pos demi pos mulai terlewati, jalur demi
jalur telah terlalui, lukisan panorama alam tersaji menemani perjalanan,
alangkah indahnya secuil sudut negeri ini yang sangat sayang bila kita
mengotorinya.
Gunung merbabu sendiri memiliki
beberapa puncakan, selain puncak kenteng songo, terdapat pula puncak syarif dan
puncak triangulasi. Bentang alam yang memanjang dengan puncakan-puncakan serta
lembahan-lembahan memang menjadi daya tarik gunung merbabu. Sebagai gunung api,
kawah yang terlihat memang tidak cukup besar dan tidak berbentuk cerukan. Yang
terlihat hanya gumpalan batu kekuning-kuningan dengan kepulan asap tipis berbau
belerang di beberapa titiknya.
Seusai melewati sebuah jalur
tipis berbatu dan agak sedikit memanjat, sampailah kami di sebuah tanah lapang
yang tidak terlalu luas, di tengahnya terdapat kumpulan batu dengan cerukan kecil
seperti mangkok di dalamnya, itulah kenteng songo, pucuk tertinggi gunung
merbabu. Udara dingin cukup menusuk tulang dan angin yang berhembus cukup
kencang menyambut kami. Di kejauhan lamat-lamat terlihat gunung yang tadi pagi saya
cari, merapi. Ya, merapi memang bersebelahan dengan merbabu. Saya mencoba
membayangkan bagaimana suasana mengerikan saat merapi mengamuk hebat beberapa tahun lalu, yang mana di kaki
gunungnya ribuan orang bermukim dan sangat berakibat fatal terhadap keadaan
masyarakat. Tapi itulah alam, mungkin alam mencoba menyeimbangkan dirinya
sendiri dengan berbagai cara, salah satunya yaitu letusan gunung. Dan kita
sebagai manusia hanya bisa mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungannya.
Tak berapa lama kami di puncak,
kembali kami bergegas turun melalui jalur selo. Lembayung senja berpermadani
awan hiasi langkah kami tinggalkan kenteng songo, sang atap sembilan gunung
merbabu. Gulita mulai menyergap, lampu kepala mulai sinari malam dengan
titik-titik cahaya di kegelapan. Kami ber-7 terus berjalan perlahan menuruni
lereng yang cukup terjal dan licin. Dan hujan seolah ingin menemani perjalanan
kami, akhirnya sampailah kami di sebuah hamparan padang rumput, yang biasa di
sebut dengan pos sabana 2. Di sana kami langsung bergegas membuka tenda dan
memasak hingga akhirnya satu persatu dari kami tertidur pulas ditemani suara hembusan
angin kencang yang berputar-putar menguncang tenda.
Pagi kembali datang sambut awal
hari yang sangat cerah dan dingin. Sabana kecil dibentengi bukit memanjang
hijau muda, jingga merona di ufuk timur hiasi senin yang indah. Gemerlap
buliran embun di permukaan rumput tersibak semburat cahaya. Di atas bukit sana,
saya dan beberapa kawan mencoba menikmati panorama yang tersaji. Indah. Kata
itu mungkin yang cukup mewakili apa yang saya lihat dan rasakan. Gunung merapi
gagah menjulang di hadapan sedikit tersapu kabut. Di sisi lainnya sang mentari
baru keluar dari peraduannya ditengah horizon. Ahh, semua itu mungkin hanya
bonus dari sebuah perjalanan, perjalanan yang mungkin akan dimaknai
berbeda-beda oleh masing-masing dari kami. Letih seharian kemarin menjadi obat pelipur
lara, terdiam dan sejenak merenungi maha besarnya semesta beserta isinya, dan
alangkah egois dan kecilnya kita sebagai manusia.
Hangat mentari berubah menjadi terik membakar kulit. Perjalanan kami belum berakhir, untuk sampai pintu gerbang jalur selo dan masih membutuhkan ribuan ayunan langkah. Dari sabana 2 dan seterusnya barulah kami bertemu banyak pendaki dari berbagai daerah khususnya dari daerah jawa tengah. Jalur-jalur dengan turunan sangat curam kembali harus kami lalui. Jalur terbuka dan berbukit-bukit mulai berganti menjadi jalur di dalam hutan yang rimbun. Sepanjang perjalanan, kebersihan jalur yang kami lalui tidak begitu kentara dengan sampah, hanya dibeberapa titik banyak sampah berserakan seperti di sabana 2 dan sabana 1. Petunjuk jalur pun dirasa sangat minim bahkan mungkin hampir tidak ada selain plang penanda pos. Setelah beberapa jam berjalan, ahh sampailah kami di gerbang pendakian selo yang sepi. Rasa letih terbayar sudah, sampailah di titik akhir pendakian. Saya pun kembali teringat kutipan dari Mr. Mallory sang pendaki gunung everest “Because it is there…”
.
Komunitas satubumikita, pendakian Gunung Merbabu 24 - 27 Mei 2014 :
- Siti Robiah
- Fay Adrienne
- Saleh Havid
- Ady Saputra
- Kukuh Yudi Prasetyo
- Gustaf Ridwan Munandar
- Taufik Hidayat
Tulisan ini aslinya dimuat di blog bloggopik.blospot.com dalam 2 bagian yang terpisah.
Terima kasih.
tags :
gunung merbabu jalur selo, jalur wekas, bandung - merbabu, rute kereta api ke merbabu dari bandung, puncak kenteng songo, komunitas satubumikita, pendakian gunung merbabu
Terima kasih.
tags :
gunung merbabu jalur selo, jalur wekas, bandung - merbabu, rute kereta api ke merbabu dari bandung, puncak kenteng songo, komunitas satubumikita, pendakian gunung merbabu
Halo teman komunitas sabtubumikita..
BalasHapusSalam kenal, saya yuli. Saya tertarik buat gabung ke komunitas sabtubumikita.. kira2 gimana caranya ya?
Thanks :)
hallo juga yuli.. silahkan gabung saja dengan komunitas kami, caranya tinggal datang aja kalo kami ada kegiatan atau gabung aja ke group Fb kami. :)
Hapuspengen banget ikutan acara sabuki, tapi suka bentrok acara dan bentrok dengan isi dompet. hehehe.... next time mudah-mudahan bisa berjodoh :D
BalasHapusaminn.. sok atuh ditunggu kalo ada waktu jodohnya.
Hapusmau tahu dong kak.. pendakian dari jalur wekas ke puncak brapa jam yah ?
BalasHapus