Kamis, 19 September 2013

Jurnal Satubumikita #19 : Tandang Tampomas Sumedang


"Pintu masuk" Situs Batu Pasarean di sekitar puncak Tampomas

Hari sabtu pagi yang cerah, mentari bersinar cukup hangat menemani kami dalam bis yang melaju menembus jalanan kota Bandung yang ramai di akhir pekan. Mentari semakin terik dan tak lagi hangat, tak terasa perjalanan kami pun sudah sampai di pemberhentian terakhir bis Damri di bilangan kampus Unpad Jatinangor. Ya, persinggahan kami disana sebelum menempuh perjalanan pendakian menuju sebuah Gunung di sebelah utara Kabupaten Sumedang yang merupakan bekas dari kerajaan Sumedang Larang. Gunung yang akan kami tuju tersebut sekarang biasa disebut dengan Tampomas atau menurut catatan Pangeran Sunda Bujangga Manik adalah Gunung Tompo Omas. 


Sebelum terik semakin menggila dan anggota pendakian sudah terkumpul semua, kami pun beranjak bergegas dari kampus Unpad Jatinangor melaju dengan angkutan umum berwarna cokelat menuju titik awal pendakian di daerah Cibeureum. Sebelum menuju arah kota, kami pun melewati sebuah jalan yang terkenal dan bersejarah, ya apalagi kalu bukan Cadas Pangeran. Cadas Pangeran merupakan sebuah jalan yang masih bagian dari Jalan Raya Pos  (yang dibangun / direncanakan oleh Gubernur Jenderal Daendels) dari Anyer - Panarukan yang memakan korban jiwa para pekerjanya karena harus membobok cadas bukit dengan cara manual. Yang menarik adalah sang bupati pada saat itu, Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828) atau yang lebih populer dengan sebutan Pangeran Kornel, beliau berani memprotes dan agak sedikit menantang sang Gubernur Jenderal Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan tersebut dengan bersalaman dengan tangan kiri sedang tangan kanan memegang keris. Yang konon akhirnya sang Daendels yang terkenal galak tersebut mengerahkan pasukan dan alat beratnya untuk memudahkan pembuatan jalan dengan membobok bukit cadas tersebut.


Setelah melewati Cadas Pangeran dan wilayah kota Sumedang, perjalanan pun terus melaju ke arah utara dan sampailah kami di daerah Cibeureum sebagai titik awal pendakian. Dari kejauhan lamat-lamat sang Tampomas mulai terlihat.  Bada dzuhur dan makan siang  perjalanan yang sebenarnya kami mulai. Kami ber-24 orang mulai berjalan perlahan di tengah terik mentari dan debu jalanan. Jalan yang kami lalui adalah jalur menuju penambangan pasir di kaki Tampomas. Penambangan pasir yang masif tersebut menurut banyak orang beroperasi 24 jam sehari tanpa henti dan merupakan salah satu sumber APBD Sumedang. Sedikit miris memang.

Untuk menuju batas antara jalan raya dan hutan pinus sebagai pintu masuk Tampomas, kami pun beruntung dapat menumpang truk yang akan mengangkut pasir. Hawa panas dan debu pasir yang berterbangan menemani sejenak perjalanan kami. Tak lama sampailah kami di tempat penambangan pasir dan dari sana kaki pun mulai bekerja, melangkah berjalan beriringan. Menurut laman  www.volcanodiscovery.com, Gunung Tampomas masih digolongkan sebagai Gunung berapi aktif di Jawa Barat. Tambahnya lagi Tamponas merupakan gunung kecil andesit stratovolcano yang menghadap dataran pantai utara. Tampomas sendiri mempunyai ketinggian sekitar 1684 M dpl. Selain Jalur Cibeureum (atau biasa disebur juga jalur Cimalaka) ada pula jalur pendakian lain yaitu Jalur Narimbang (Conggeang) dan dua jalur lain yang tidak begitu terkenal yaitu Padayungan dan Karangbungur.

***

Sebelum memasuki pintu hutan, sejenak kami kembali beristirahat dan berbincang sejenak dengan warga sekitar. Menurut warga, Tampomas memiliki beberapa kuncen, dan salah satu kuncen yang masih hidup di daerah Cibeureum adalah Ma Uju. Setelah berbincang dan beristirahat sejenak, kami mulai berjalan kembali dan sekitar 45 menit sampailah di pintu hutan (pinus). Vegetasi mulai berubah menjadi hutan yang ditumbuhi pohon-pohon keras yang berukuran cukup besar dan ditumbuhi pula oleh berbagai pohon lainnya dan berbagai jenis semak yang membuat udara menjadi sejuk. Sebelum melakukan pendakian beberapa anggota pun menyempatkan diri mengambil air di sumber mata air yang berada di sebuah lembahan kecil di dekat pohon Beringin dan kelapa.  


Jalur awal yang masih landai masih membuat kami bersemangat dan rombongan masih dalam satu grup. Lama kelamaan jalur semakin menanjak dan rombongan mulai terpecah menjadi dua grup. Sore mulai menggelayut dan tak terasa gelap mulai menyeruak dan menyusul kemudian halimun yang cukup tebal. Jalur yang terkenal di Tampomas dan sebagai tempat memberi sesajen adalah Sanghyang Tikoro (kurang lebih berarti "Tenggorokan Dewa") dan Sanghyang Taraje (kurang lebih berarti "Tangga Dewa"). Selain untuk nama jalur Sanghyang Taraje pun dikenal sebagai nama dari puncak Gunung Tampomas. Mungkin penamaan Sangyang Taraje bisa merujuk pada tangga tempat berjalannya para dewa menuju langit, karena tempat yang paling tinggi dan paling dekat dengan langit.

Tentang sasakala Gunung Tampomas sendiri. Konon Gunung Tampomas dulu bernama Gunung gede yang saat itu akan meletus dan harus diberi tumbal keris emas oleh Bupati yang menjabatnya saat itu. Berkat kearifan sang bupati yang mau menumbalkan keris emasnya ke dalam kawah tampomas, akhirnya gunung tersebut tidak jadi meletus dan penamanaan Gunung tersebut pun berubah menjadi Gunung Tanpa emas dan berubah menjadi Tampomas.

***
Sekitar pukul 20.30, semua anggota pendakian selamat sampai puncak dan disambut dengan angin yang berhembus kencang. Setelah memasak, berbincang, menikmati malam, menikmati gemerlap lampu kota dan mendirikan tenda, satu persatu dari kami mulai kembali ke peraduannya masing-masing. Dan perlu diingat juga, di puncak Tampomas anginnya cukup kencang dan adanya pula bahaya petir apalagi saat hujan serta perlu hati-hati juga  gangguan dari babi hutan.



Entahlah apa yang masing-masing kami mimpikan semalam di Puncak Tampomas, yang pasti sang mentari pagi mulai menyapa kami. Lamat-lamat pemandangan kota Sumedang mulai terlihat serta gunung-gemunung nun jauh di sana gagah menjulang. Langit cerah berawan biru menemani prosesi masak memasak pagi yang menyenangkan dan makan pagi bersama adalah yang kami tunggu. Terima kasih Tuhan, indahnya suasana alam bersama kawan. Setelah makan pagi, membersihkan sampah dan sesi foto dokumentasi,  perjalanan turun pun dimulai. Sebelum benar-benar turun, kami sempatkan diri mengunjungi kompleks situs batu yang berada di sebelah utara puncak, situs batu tersebut  biasa disebut dengan "Pasarean", yang bisa diartikan sebagai "Tempat untuk tidur".  

Pasarean  menurut beberapa sumber merupakan petilasan atau makam dari Prabu Siliwangi dan Dalem Samaji. Pasarean sendiri adalah  kompleks yang terdiri dari dua tempat yang berbeda jarak dan ketinggiannya, salah satu tempat berada di ketinggian dan satunya lagi berada di bawah di tengah rimbunan pohon. Di setiap batu yang menyerupai lingga dibalut oleh kain putih, dan terdapat beberapa gundukan batu yang menyerupai makam atau memang sebuah (masih belum ada informasi yang pasti apakah temapt tersebut adalah makam atau petilasan). Di kompleks tersebut memang menurut masyarakat sekitar sering dijadikan tempat berziarah.  Benar atau tidaknya situs tersebut makam ataupun hanya petilasan Prabu Siliwangi, tempat tersebut harus tetap  terjaga, karena itu termasuk dalam kearifan budaya,  khususnya masyarakat sunda.(Taufik/satubumikita)***


 ***
Siluet Gunung Tampomas

Makam yang berada paling atas

Makam yang berada di tengah hutan (bawah)


Personil lengkap

Pendakian Gunung Tampomas 14 - 15 September 2013

  1. Feriansyah
  2. Silvia
  3. Mila
  4. Johandri 
  5. Mardi Mbom
  6. Puspita Supriati 
  7. Suci
  8. Gustaf Ridwan Munandar
  9. Ceceu
  10. Arie A
  11. Asep harun
  12. Budi R
  13. Yanstri
  14. Yuni
  15. Lia selfia
  16. Alpha Mughni
  17. Taufiq Nur T
  18. Moch. fakhri R
  19. Unu Miharja
  20. Taufik Hidayat
  21. Betty Suryaningsih
  22. Rani Ratnasari
  23. Moch. Khaerul Anwar
  24. Nuni
Terima kasih, salam satubumikita.




tags : jalur gunung tampomas, sejarah gunung tampomas, rute tampomas, pendakian gunung tampomas, satubumikita ke tampomas, makam prabu siliwangi, cadas pangeran, makam dalem samaji, gunung Tampomas Sumedang, Tampomas tandang,

5 komentar :

  1. Wah sudah lama enggak naik gunung....
    Jadi ingin naik gunung lagi

    BalasHapus
  2. konon Gunung Tampomas di sumedang angker ya? :) tapi setelah baca jurnal ini, malah jadi tertarik berkunjung ke tampomas.

    Trims.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngga kok :) saya asli penduduk buahdua. sumedang.

      Hapus
    2. Tergantung individunya, yang jelas dimanapun kita berada harus sopan dan santun dan tetap jaga lingkungan :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, menyanggah, bertanya ataupun ingin berkorespondensi.



Terima kasih

ANDA PENGUNJUNG KE-

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...